Eksploitasi sumber daya alam secara masif dan tidak terkendali kini menjadi perhatian serius dalam diskursus ketahanan nasional Indonesia. Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas), Andi Widjajanto, menegaskan bahwa praktik eksploitasi lingkungan yang tak berkelanjutan berpotensi besar melemahkan fondasi negara, baik dari aspek ekonomi, sosial, keamanan, hingga geopolitik.
Dalam pidatonya pada sebuah forum strategis pertahanan nasional di Jakarta, Andi mengungkapkan bahwa degradasi lingkungan yang sistemik telah menciptakan ancaman baru yang bersifat lintas sektor. Ketergantungan pada sumber daya alam tanpa strategi pengelolaan jangka panjang bisa menyebabkan krisis multidimensi di masa depan.

Ketahanan Nasional Bukan Hanya Urusan Militer
Paradigma Baru Ketahanan Nasional
Selama beberapa dekade, ketahanan nasional sering dipahami dalam konteks pertahanan militer dan ancaman fisik terhadap kedaulatan negara. Namun, menurut Gubernur Lemhannas, pendekatan sempit ini sudah tidak relevan dengan tantangan global saat ini. Ancaman terhadap ketahanan tidak lagi hanya datang dari luar negeri dalam bentuk invasi atau konflik bersenjata, melainkan juga dari dalam negeri melalui kerusakan lingkungan, kesenjangan sosial, dan kelangkaan sumber daya.
“Eksploitasi alam yang tidak terkendali merupakan silent threat. Ia tidak berbunyi, tetapi sangat mematikan,” ujar Andi dalam forum tersebut.
Lingkungan sebagai Pilar Ketahanan
Dalam konsep ketahanan nasional Indonesia, terdapat delapan gatra yang saling terkait: ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan keamanan, geografi, demografi, dan sumber kekayaan alam. Eksploitasi yang berlebihan terhadap hutan, tambang, laut, dan sumber daya lain merusak setidaknya tiga gatra sekaligus: geografi, ekonomi, dan sumber kekayaan alam.
Gubernur Lemhannas menekankan bahwa pemahaman ini harus menjadi basis penyusunan kebijakan negara. Tanpa perlindungan terhadap lingkungan, kekuatan nasional akan rapuh dalam menghadapi tantangan domestik maupun global.
Dampak Langsung Eksploitasi Alam terhadap Stabilitas Nasional
Kerusakan Ekosistem dan Bencana Alam
Indonesia merupakan negara dengan tingkat keanekaragaman hayati tertinggi kedua di dunia, namun juga salah satu negara dengan tingkat kerusakan hutan tercepat. Eksploitasi besar-besaran seperti illegal logging, pertambangan tak berizin, dan pembukaan lahan sawit skala besar telah menyebabkan degradasi ekosistem masif.
Hal ini berdampak langsung pada peningkatan frekuensi bencana alam, seperti banjir, tanah longsor, kekeringan ekstrem, dan kebakaran hutan. Setiap tahun, miliaran rupiah dihabiskan untuk menangani dampak bencana yang sebenarnya bisa dicegah melalui kebijakan lingkungan yang lebih bijak.
Ketimpangan Sosial dan Ekonomi
Ekonomi berbasis ekstraksi cenderung menciptakan ketimpangan distribusi kesejahteraan. Wilayah kaya sumber daya sering kali tetap miskin karena pendapatan yang dihasilkan tidak dinikmati masyarakat lokal. Keadaan ini menciptakan konflik sosial horizontal maupun vertikal, dan dalam beberapa kasus memicu separatisme.

Andi mencontohkan beberapa kasus di wilayah timur Indonesia, di mana pertambangan emas dan nikel berjalan sangat masif, namun angka kemiskinan tetap tinggi. “Model pertumbuhan yang eksploitatif tidak memberikan ketahanan, justru menambah kerapuhan,” ujarnya.
Degradasi Lingkungan dan Ancaman Kesehatan
Eksploitasi lingkungan juga berdampak besar terhadap kesehatan publik. Polusi udara, pencemaran air, dan hilangnya sumber pangan lokal mengganggu ketahanan biologis masyarakat. Gubernur Lemhannas menyatakan bahwa dalam jangka panjang, ancaman terhadap kesehatan rakyat akan melemahkan produktivitas nasional dan meningkatkan beban negara di sektor kesehatan.
Ketahanan Energi dan Ketergantungan Sumber Daya Alam
Model Ekonomi yang Terlalu Tergantung SDA
Indonesia selama ini mengandalkan ekspor komoditas mentah seperti batu bara, minyak sawit, nikel, dan tembaga sebagai sumber utama devisa. Meskipun memberi keuntungan jangka pendek, model ini sangat rentan terhadap fluktuasi pasar global.
Andi menggarisbawahi bahwa ketahanan energi dan ekonomi hanya bisa dicapai dengan diversifikasi dan hilirisasi sumber daya. “Kita harus membangun daya saing bukan dengan menjual tanah air kita, tetapi dengan inovasi, teknologi, dan SDM unggul,” katanya.
Krisis Energi dan Konflik Sumber Daya
Dalam forum tersebut, Lemhannas memaparkan bahwa konflik horizontal maupun geopolitik akibat perebutan sumber daya semakin meningkat di berbagai belahan dunia. Di Indonesia, potensi konflik serupa sangat mungkin terjadi jika pengelolaan sumber daya tidak transparan dan berkeadilan.
Salah satu contoh adalah sengketa wilayah tambang antara masyarakat adat dan perusahaan besar yang telah menimbulkan kekerasan di beberapa wilayah seperti Kalimantan dan Papua.
Solusi Strategis: Reformasi Tata Kelola dan Visi Jangka Panjang
Pendekatan Tata Kelola Berbasis Ketahanan
Lemhannas mendorong pendekatan tata kelola yang berbasis pada konsep ketahanan nasional, di mana setiap kebijakan pembangunan harus mengukur dampaknya terhadap keberlanjutan lingkungan dan keutuhan sosial. Ini bukan sekadar tanggung jawab Kementerian Lingkungan Hidup, melainkan seluruh kementerian dan lembaga, termasuk sektor pertahanan dan keamanan.
Andi menyarankan agar analisis ketahanan menjadi indikator utama dalam perencanaan nasional, termasuk dalam pengeluaran anggaran negara dan investasi swasta.
Revitalisasi Lembaga Pengawasan
Ia juga menyoroti pentingnya memperkuat lembaga pengawas seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan, serta lembaga pengawas lingkungan untuk mengatasi praktik korupsi yang mempercepat eksploitasi alam secara ilegal. Banyak kasus eksploitasi berlebihan terjadi karena kolusi antara pejabat daerah dan pelaku industri ekstraktif.
Pendidikan Ketahanan dan Kesadaran Ekologis
Pendidikan mengenai ketahanan nasional harus dimasukkan ke dalam kurikulum nasional, mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Kesadaran bahwa keamanan negara tidak hanya dijaga oleh tentara, tetapi juga oleh petani, nelayan, pengelola hutan, dan konsumen bijak harus ditanamkan sejak dini.
Peran Strategis Militer dan Polisi dalam Isu Lingkungan
TNI dan POLRI sebagai Kekuatan Penjaga Lingkungan
Gubernur Lemhannas menegaskan bahwa TNI dan POLRI memiliki peran strategis dalam menjaga kedaulatan lingkungan. Di beberapa negara, militer bahkan dilibatkan langsung dalam operasi perlindungan hutan dan laut.
Di Indonesia, peran ini masih minim karena belum adanya mandat hukum yang kuat untuk intervensi militer dalam isu lingkungan. Padahal, banyak aktivitas ilegal seperti penambangan liar, penebangan ilegal, dan penyelundupan satwa liar yang membutuhkan pendekatan keamanan keras.
Penguatan Intelijen Lingkungan
Andi juga mengusulkan pembentukan unit intelijen lingkungan yang bertugas mendeteksi dan memetakan jaringan eksploitasi ilegal secara sistematis. Jaringan kejahatan lingkungan saat ini sudah sangat terorganisir dan memiliki koneksi lintas negara, sehingga butuh penanganan setara dengan kejahatan transnasional lain seperti narkoba dan terorisme.
Ancaman Global: Krisis Iklim sebagai Faktor Geopolitik
Perubahan Iklim Mengubah Peta Ketahanan Dunia
Gubernur Lemhannas mengingatkan bahwa perubahan iklim merupakan faktor pengubah dalam geopolitik global. Kenaikan muka laut, perubahan pola cuaca, dan kelangkaan air akan menciptakan migrasi besar-besaran dan perebutan sumber daya lintas negara.
Indonesia sebagai negara kepulauan sangat rentan terhadap dampak krisis iklim. Dalam konteks ini, menjaga hutan, laut, dan keanekaragaman hayati bukan hanya upaya konservasi, tetapi strategi bertahan hidup bangsa.
Indonesia Bisa Jadi Pemimpin Regional
Dengan potensi alam yang besar, Indonesia sebenarnya bisa memimpin Asia Tenggara dalam transisi menuju ekonomi hijau dan pembangunan berkelanjutan. Namun, ini hanya bisa dicapai jika ada kehendak politik yang kuat, visi jangka panjang, dan partisipasi rakyat dalam menjaga sumber daya bangsa.
Andi menyatakan, “Kita tidak boleh hanya menjadi penonton dalam krisis iklim. Kita harus menjadi pelaku utama perubahan.”
Harapan Lemhannas: Agenda Nasional Berbasis Keberlanjutan
Revisi RPJMN dan Peraturan Strategis
Lemhannas mengusulkan agar Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) memasukkan isu ketahanan lingkungan sebagai prioritas utama. Ini berarti menyusun ulang indikator keberhasilan pembangunan, dari yang semula hanya berbasis pertumbuhan ekonomi menjadi berbasis keberlanjutan dan inklusivitas.
Keterlibatan Masyarakat dan Pemuda
Pemuda Indonesia, menurut Gubernur Lemhannas, memiliki peran vital dalam menjaga ketahanan nasional berbasis lingkungan. Gerakan komunitas, inovasi sosial, dan partisipasi aktif dalam pengawasan publik harus difasilitasi negara.
“Masa depan Indonesia tidak bisa hanya dibangun dari atas. Ia harus bertumbuh dari akar, dari desa-desa, dari komunitas petani, nelayan, dan anak-anak muda pencinta bumi,” ucapnya menutup pidatonya.